Buku. Ketika mendengar itu, mungkin yang terbesit dalam pikiran kita adalah tempat ilmu diperoleh, tempat ilmu berkumpul, atau mungkin yang terbesit dalam pikiran, adalah sebuah benda yang terbuat dari sekumpulan kertas, yang dijilid, lalu diberi sampul. Atau bahkan yang terbesit malah buku pelajaran yang kita dapatkan dari sekolah, yang terkadang kita membenci buku itu ketika kita belajar.
Buku itu banyak macamnya. Ada buku tulis, tempat kita menulis pelajaran, catatan, tulisan, coretan, atau bahkan menuangkan perasaan kita ke dalam buku tersebut. Ada juga buku pelajaran. Seperti namanya, buku ini memuat pelajaran atau materi yang diajarkan di sekolah. Ada juga buku novel atau buku cerita, yang memuat dongeng-dongeng, cerita fiksi, dan banyak lagi jenis buku yang lainnya.
Kata pepatah, buku itu adalah jembatan ilmu, jendela dunia. Kenapa? Karna, lewat buku itu kita memperoleh sebuah pengetahuan atau wawasan yang luas tentang dunia, yang biasa disebut dengan ilmu. Contohnya saja, disekolah kita sama sekali tidak tahu apa itu Biologi, apa itu ilmu fisika dan lain-lain. Tapi ketika kita mau membaca buku-buku yang membahas tentang hal-hal tersebut, maka secara tidak langsung kita akan mendapatkan pengetahuan, wawasan, dan juga ilmu. Meskipun, terkadang kita sama sekali tidak memahaminya.
Sekarang, kita akan membahas tentang menghargai buku. Buku itu biasanya disebut dengan gudangnya ilmu. Tempat dimana ilmu berada, itu adalah buku, meskipun sekarang ilmu bisa di dapat dimana-mana selain di buku, karena teknologi sudah canggih. Tapi dulu, pengetahuan, wawasan, selalu ada di dalam sebuah buku.
Di sekolah, kita selalu mendapatkan buku pelajaran, dalam bentuk LKS maupun buku PAKET. Dan itu berlaku untuk tiap semester. Dalam artian, ketika kita sudah berganti semester, maka akan berganti pula buku pelajarannya. Dan itu membuat beberapa dari kita sudah langsung beralih ke buku pelajaran semester baru dan melupakan buku pelajaran yang lama. Buku yang lama itu berceceran, tidak terawat, tidak berguna, berdebu, usang dan lain-lain. Dalam artian kita sudah tidak menghargai buku lama tersebut. Itu juga berlaku untuk buku lainnya selain buku pelajaran.
Secara tidak langsung, ketika kita membuang buku yang sudah lama tak terpakai, membuang buku yang benar-benar sudah tidak berguna bagi kita, tidak menghargai buku, artinya kita sama sekali tidak menghargai ilmu. Seperti yang sudah kita tahu. Buku adalah tempatnya ilmu. Jika kita tidak menghargai buku, maka kita tidak menghargai ilmu. Ketika kita membuang buku, maka bisa jadi kita membuang ilmu. Kalau ilmu kita terbuang, artinya kita akan kembali bodoh dan tidak mempunyai pengetahuan. Benar begitu bukan?
Coba bayangkan, seandainya buku bisa berbicara. Maka buku yang tercecer tidak terawat dan tidak terpakai itu akan sedih dan langsung berkata, “apa salahku? Aku sudah memberikan ilmu kepada kalian dulu. Tapi sekarang, ketika kalian sama sekali tidak membutuhkanku lagi, kalian malah membuangku, mengucilkanku ditempat kumuh, kering dan tak ada kehidupan. Lalu ketika tiba-tiba terbesit di dalam pikiran kalian tentang pelajaran yang kalian pelajari dulu dariku, kalian langsung mencariku mati-matian, lalu menggunakanku untuk mengingat pelajaran itu. Tapi setelah itu kalian lagi-lagi membuangku, mengucilkanku, dan tidak membutuhkanku lagi. Apakah kalian hanya datang kepadaku ketika kalian membutuhkanku saja?” Mungkin seperti itulah kata Buku kalau dia bisa berbicara.
Sekarang ini, teknologi sudah semakin canggih. Informasi mengenai pelajaran, wawasan dan pengetahuan sudah tersedia di internet dengan berbasis online. Banyak juga platform-platform yang menyediakan e-book atau buku elektronik yang bisa kita baca dari HP ataupun Laptop. Fenomena itu membuat kita melupakan buku offline atau buku dengan tampilan pada umumnya, terlupakan dan tidak berguna. Dan akhirnya kehidupan selanjutnya dari buku itu adalah dibagikan kepada teman atau kerabat yang membutuhkan, dijual untuk menghasilkan cuan, atau bahkan dibakar karna sudah tidak berguna lagi. Untuk soal membakar, itu sama sekali tidak boleh kita tiru, karna itu hanya dilakukan oleh orang yang tidak punya akal.
Cobak sekali lagi kita renungkan, bayangkan. Bagaimana nasib buku yang sudah tidak pernah kita baca, buku yang sama sekali sudah tidak pernah kita buka, kita gunakan, dan cuman kita simpan di sudut rak yang lembap dan kumuh. Mereka akan selalu berharap mereka akan dibaca lagi, digunakan lagi, dibuka lagi. Mereka akan selalu berharap pemiliknya sadar, dan kembali mempunyai akal sehat, kalau buku yang sudah tidak terpakai juga berhak dirawat dan digunakan kembali. Meskipun toh, buku itu sudah usang dan tidak layak guna. Kalau orang yang sama sekali tidak memiliki perasaan, maka dia pasti sudah membakar buku itu, lalu tersenyum ketika melihat abu hasil buku yang dibakar itu. Ya, itu adalah contoh orang yang harus dibasmi karna dia bukan manusia asli sepertinya.
Sebenarnya banyak cara untuk menghargai buku yang sudah lama tidak kita pakai. Pertama, dengan membacanya atau menggunakannya kembali. Meskipun toh, itu buku pelajaran, buku novel, buku tulis atau buku yang lainnya. Buku yang lama, yang tersimpan di sudut tempat tanpa kehidupan, selalu berharap mereka bisa kita gunakan kembali. Maka, cara yang mudah atau sederhana untuk menghargai buku tersebut adalah menggunakannya kembali atau membacanya kembali. Toh, meskipun kita hanya membaca satu lembar, satu paragraf, ataupun hanya satu kalimat. Itu sudah termasuk cara kita untuk menghargai buku. Contohnya buku tulis yang masih utuh. Beberapa lembarnya masih kosong. Kalau sudah usang, kita bisa memodifikasinya menjadi buku yang layak pakai dan bisa kita gunakan kembali entah sebagai buku catatan, buku coretan untuk menghitung soal matematika dan lain-lain.
Kedua, ketika kita sudah benar-benar tidak membutuhkannya, maka kita bisa saja membagikannya kepada orang yang benar-benar membutuhkan, yang mungkin sama sekali tidak mempunyai buku itu. Bisa untuk kerabat yang akan membutuhkan buku tersebut untuk belajar, atau mungkin untuk orang di luar sana yang sangat membutuhkan. Meskipun itu sedikit kejam bagi buku kita, tapi dengan itu buku itu akan berguna kembali dan tidak sendirian di tempat yang kumuh nan kotor.
Ketiga, dengan menyimpannya dan selalu merawatnya lagi. Sepertinya cara ini mungkin sedikit susah, karna ketika kita menyimpan banyak benda yang sudah tidak terpakai, maka itu akan memenuhi ruangan kita dan membuat ruangan kita tidak rapi. Tapi ingat, kita harus bertanggung jawab atas dasar kenapa dulu kita membeli atau menginginkan buku tersebut? Dan dengan alasan apa kita dulu menggunakannya? Kalau kalian membeli sebuah buku yang nanti kalau udah nggak kalian pakai malah kalian buang dan taruh di tempat kotor, lebih baik kalian tidak usah membeli buku lagi. Emang buku itu dibeli untuk dibuang? Nggak kan? Jika sudah tidak terpakai, kita bisa saja membacanya ulang atau kalau tidak kita bisa menyumbangkannya ke perpustakaan, lalu dimodifikasi dan dirawat di perpustakaan tersebut. Itu kalau kita sama sekali tidak akan menggunakan atau membaca buku-buku tersebut.
Jadi, cara sederhana menghargai sebuah buku, adalah dengan kita menggunakannya, membacanya kembali, atau mungkin mencarikan pemilik baru, agar buku itu lebih berguna bagi orang lain selain kita.
Ketika kita ingin membeli sebuah buku, ingin memperoleh sebuah buku atau menginginkan sebuah buku, kita harus berpikir secara terbuka. Untuk apa kita membeli buku itu? Apa alasan kita membeli buku itu? Jangan sampai dalam pikiran kita nanti ada pikiran “alahhh, buku ini udah lama. Buang aja lah. Lagian udah nggak berguna bagiku. Lagian juga nggak pernah aku pakai selama ini” Wahhh ini dia ciri-ciri orang yang tidak berakal.
Semuanya itu selalu tergantung pada diri kita sendiri. Yang salah adalah diri kita sendiri. Kenapa kita yang katanya adalah manusia, yang katanya memiliki perasaan, kok tidak bisa merasakan apa yang dirasakan oleh buku yang sudah tak berdaya, yang hanya bisa pasrah untuk dibuang dan dibakar oleh manusia-manusia jahat. Cobalah buka mata kalian. Buka pikiran kalian yang tertutup dan sempit itu. Buka hati kalian. Buku itu juga mempunyai perasaan layaknya makhluk hidup pada umumnya. Andai buku bisa marah, pasti mereka akan sangat marah karna kalian hanya membutuhkan mereka disaat kalian membutuhkannya saja. Hargailah mereka seperti kalian menghargai diri sendiri dan orang lain. Gebetan aja kalian hargai, masak buku yang selama ini mengajarkan kalian tentang ilmu aja nggak kalian hargai. Buku itu di dalamnya ada ilmunya woy. Sekali kalian tidak menghargai buku, maka beribu-ribu kali sudah kalian tidak menghargai ilmu. Ilmu itu tidak mudah mencarinya. Butuh banyak usaha untuk mencari ilmu. Makanya, buku yang memudahkan kita untuk mencari ilmu dengan sedemikian rupa, hargailah dia.
Banyak cara untuk menghargai sebuah buku, yang terpenting jangan sampai buku-buku itu kita bakar, terbuang sia-sia dan tidak berguna bagi kita atau mungkin orang diluar sana. Oleh karena itu, kita harus selalu membuka pikiran kita untuk hal-hal seperti itu. Kita harus memiliki perasaan yang terbuka untuk hal-hal seperti itu. Tidak hanya berlaku untuk buku, melainkan berlaku untuk semua hal. Ketika kita sudah tidak membutuhkan suatu hal, maka kita masih bisa membagikan hal tersebut ke orang lain agar berguna bagi mereka. Jangan sampai pikiran buruk mempengaruhi kita dan membuat kita terjerumus ke dalam pikiran yang sama sekali tidak kita inginkan.
Bayangkan saja buku adalah manusia atau orang-orang seperti kita. Mereka memiliki perasaan, dan hati. Mereka sedih ketika mereka tidak dibutuhkan lagi. Tapi apalah daya mereka yang hanya bisa berdiam diri di pojokan rak yang penuh debu, usang, rusak dan sudah tidak berdaya. Yang mereka butuhkan hanyalah kesadaran para pemiliknya untuk menyayangi mereka lagi, merawat mereka seperti dulu lagi. Karna buku yang sudah usang sama sekali masih memiliki hak untuk dirawat dan digunakan kembali sebaik mungkin. Hargailah buku, karna buku adalah teman kita satu-satunya yang membuat kita mengerti apa itu ilmu.