Sering kali kita mendengar bahasa yang digunakan generasi milenial asing di telinga. Mereka sering menggunakan kosakata baru seperti kata kuy, mager, santuy, dan masih banyak kosakata lainnya. Apakah kosakata yang mereka gunakan itu benar menurut bahasa Indonesia?
Dalam bahasa Indonesia, terdapat dua ragam bahasa, yaitu ragam formal dan nonformal. Ragam formal sering dikaitkan dengan kebakuan kata atau sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Ragam formal ini biasanya kita gunakan saat berbicara pada situasi formal seperti pidato, berbicara kepada atasan, atau situasi formal seperti di kantor atau sekolah.
Bahasa nonformal lebih sering kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari dalam susana santai, seperti berbicara kepada teman. Akan tidak mungkin jika kita menggunakan ragam formal saat berbicara dengan teman. Tentu akan aneh dan kaku. Apakah benar kamu diterima di UI?. Kalimat ini terdengar kaku. Akan lebih cair jika diungkapkan Benarkah kau diterima di UI?
Benar atau tidaknya bahasa itu tergantung konteksnya. Jika sedang dalam rapat kita menggunakan bahasa nonformal tentu ini tidak benar. Sebaliknya, jika kita menggunakan bahasa formal saat suasana santai ini juga tidak dibenarkan. Bahasa gaul tergolong bahasa nonformal. Jadi, ketika digunakan dalam percakapan santai antara seseorang dengan temannya yang akrab atau seorang remaja dengan kelompoknya hal ini sah-sah saja, tidak ada salahnya. Ibarat menggunakan baju, jika kita memilih menggunakan jaket tebal saat susana panas tentu akan membuat keringat semakin mengucur deras. Sebaliknya, jika menggunakan kaos tipis saat musim dingin, malah membuat masuk angin. Menggunakan ragam bahasa pun demikian, harus sesuai dengan konteksnya.
Fenomena bahasa gaul sebenarnya sudah ada sejak dahulu. Masih ingat dengan kata gue dan lo?Kedua kata ini sukses dipopulerkan oleh anak-anak Jakarta. Sering mereka mengatakan Gue suka gaya lo, yang kemudiankalimat ini sering dicapkan oleh anak-anak remaja sekarang.
Bahasa gaul ini erat kaitannya dengan remaja. Usia meraka yang notabene dikatakan sedang mencari jati diri dan ingin eksis di kalangannya, membuat mereka menciptakan kosakata baru sebagai wujud ke-eksis-an mereka berkomunikasi dengan kelompoknya.
Menurut Ivan Lanin, seorang ahli bahasa yang belakangan ini berseliweran di media sosial dan sedang trending di twitter ini, tidak ada masalah dengan penggunaan bahasa gaul yang belakangan ini santer digunakan. Seiring dengan perkembangan zaman, memang banyak kata-kata baru dan tidak baku hasil variasi yang dibuat oleh anak negeri. Bahasa itu sifatnya dinamis bukan statis. Jadi, tentu saja akan berkembang dan bermunculan berbagai kosakata baru nantinya.
Zain dan Wagiati dalam artikelnya mengatakan bahwa kemunculan bahasa gaul di kalangan remaja tidak dapat dilepaskan dari frame of reference (kerangka berpikir) remaja itu sendiri yang menganggap praktik berbahasa tidak ubahnya seperti berpakaian, berpenampilan, atau berselera musik yang harus selalu mengikuti zaman, dinamis, nonkontaminatif, dan bebas. Itulah sebabnya mengapa bahasa gaul di kalangan remaja dipahami sebagai identitas kultural yang memiliki nuansa sebagai sebuah praktik lingual yang komunikatif dan “modern”.
Anggapan bahwa apabila perilaku seseorang tidak mengikuti tren saat ini, dianggap sebagai perilaku yang tidak “modis” menjadi salah satu penyebab merebaknya penggunaan bahasa gaul di kalangan kaum muda. Apabila ada di antara mereka yang tidak menggunakan bahasa gaul akan dianggap “kudet” (kurang update) atau “kuper” (kurang pergaulan).
Pada bulan Oktober lalu, terdapat lebih dari seribu kata baru yang dimasukkan Badan Pengembangan Bahasa dan Perbukuan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Menariknya, dari ribuan kata tersebut, beberapa di antaranya merupakan kosakata bahasa gaul yang sering digunakan generasi milenial dalam berkonumikasi sehari-hari, seperti kata julid, mager, baper, dan mengegas atau ngegas. Apa saja kosakata baru yang sedang menjadi tren di kalangan generasi milenial saat ini?
Pertama adalah kata julid. Kata ini bahkan menjadi jargon yang sering diucapkan oleh penyanyi Syahrini. Ketika ia diserang oleh netizen soal kehidupannya, ia sering mengucapkan jargon Anda jangan julid. Apa artinya julid? Julid diartikan sebagai rasa iri dan dengki dengan keberhasilan orang lain, biasanya dilakukan dengan menulis komentar, status, atau pendapat di media sosial yang menyudutkan orang tertentu.
Kedua adalah mager. Sering kita mendengar ketika seseorang diajak pergi beli makanan misalnya, lalu bilang Aku nitip aja, ya. Lagi mager, nih. Apa sebenarnya mager itu? Kata mager merupakan sebuah akronim dari kelompok kata malas bergerak. Kalimat ini diucapkan ketika seseorang sedang tidak ingin melakukan aktivitas apapun atau sedang ingin berdiam diri karena tidak bersemangat.
Ketiga adalah baper. Setipe dengan meger, baper juga berasal dari akronim (ter)bawa perasaan. Aduh… filmnya bagus, aku sampai baper melihat keromantisan mereka. Si penutur merasa terbawa perasaan seolah dia diperlakukan romantis atau bahkan terkadang timbul keinginan diperlakukan romantis.
Keempat adalah mengegas atau ngegas. Jika tidak mengetahui konteksnya, pasti beranggapan ada seseorang yang sedang mengegas motornya. Tapi tidak demkian maksudnya. Kata ngegas digunakan oleh para remaja ketika ada seseorang berbicara dengan suara keras (karena kesal atau marah). Biasa aja dong ngomongnya, jangan ngegas. Kalimat tersebut sering terlontar ketika ada seseorang yang berbicara dengan nada tinggi sebagai ungkapan protes.
Kelima adalah kuy. Kata kuy hampir mirip dengan kosakata bahasa jawa kuwi yang berarti ‘itu’. Kata kuy berbeda makna dengan kata kuwi. Kuy bermakna ‘ayo’ atau ‘yuk’, dibalik menjadi kuy. Biasanya kata ini sering digunakan pada pamflet lomba, kegiatan bazar atau lainnya yang sifatnya persuasif. Sering saya menjumpai pamflet-pamflet yang dibuat oleh anak-anak remaja dengan kalimat Kuy… daftar segera sebelum kuota habis. Maksudnya adalah ayo/yuk, segera daftar sebelum kuota habis.
Keenam adalah santuy. Kalau kata ini pasti semuanya paham maknanya. Kata ini merupakan plesetan dari kata santai. Santuy saja, semuanya aku yang traktir.
Ketujuh adalah bucin. Bucin merupakan akronim dari budak cinta. Kosakata ini digunakan untuk seseorang yang selalu nurut dengan pasangannya. Misalnya sebenarnya ia tak suka dengan warna ungu, tetapi karena pasangannya suka dengan warna ungu, demi membahagiakan pasangannya dia banyak menggunakan benda-benda berwarna ungu. Itulah beberapa bahasa gaul yang sering diucapkan oleh para remaja. Sebenarnya masih banyak lagi, ratusan hingga ribuan bahasa gaul yang mereka ciptakan.
Lalu bagaimana praktik bahasa gaul pada pembelajaran Bahasa Indonesia? Bahasa gaul hanya sebuah varian bahasa Indonesia yang penggunaannya disesuaikan dengan konteks pemakaian bahasa. Dalam praktiknya, bahasa ini digunakan oleh remaja ketika berbicara dengan temannya. Namun, sah-sah saja digunakan saat pembelajaran bersastra, yang notabene menggunakan ragam nonformal. Ketika menulis cerpen misalnya, tentu boleh mereka menggunakan bahasa gaul dalam karangannya. Tidak ada yang salah dengan bahasa gaul, asal diterapkan sesuai dengan konteksnya. Bahasa Indonesia itu indah.
Penulis : Wuri Setya Wardhani (Guru MAN 2 Banyuwangi)
Tulisan ini sudah di muat/diterbitkan di Radar Banyuwangi